Teteskan Madu Pertanda Kemakmuran
Warga menceritakan                       air madu itu menetes dari ujung daun, awalnya seperti                       gerimis, lalu lama-kelamaan seperti hujan menyirami areal                       pura. Air itu bahkan ada yang jatuh di atas atap bangunan                       pelinggih dan menggumpal seperti madu asli. "Peristiwa                       ini terjadi sejak digelarnya rangkaian awal piodalan,"                       papar Made Astawa, pangliman Desa Adat Tista, sembari                       memperlihatkan gumpalan madu yang melekat di atap sebuah                       pelinggih di areal pura tersebut.                       
Didampingi Jro                       Mangku Desa, Gede Nyoman Partama, dan Jro Mangku Bencingah,                       Komang Sri, Made Astawa menuturkan ketika madu itu menetes                       saat persiapan piodalan warga belum begitu                       memperhatikannya. Bahkan ada yang menganggap tetesan itu                       berasal dari buah beringin. Namun setelah ada warga yang                       kodal atau kerauhan saat piodalan barulah warga menyadari                       tentang keanehan tersebut. "Warga sadar, namun belum                       berani mempercayai sepenuhnya tentang keanehan itu,"                       katanya.                       
Setelah ucapan warga                       yang kerauhan saat piodalan itu dicocokkan dengan petunjuk                       dari orang pintar, barulah diyakini bahwa tetesan madu itu                       dipercaya sebagai keajaiban yang merupakan paica dari Ida                       Hyang Widi kepada warga setempat. Tetesan madu itu                       dipercaya sebagai sarin amerta untuk warga.                       
Warga kemudian                       melaksanakan upacara untuk mamendak paica tersebut pada                       Sabtu (13/11) malam. Suasana upacara mamendak itu sendiri                       berlangsung mencekam karena sejumlah warga mengalami                       kerauhan. Beberapa ada yang pingsan dan ada yang berlarian,                       kemudian memanjat pohon beringin dengan gampang.                       
Usai dipendak, paica                       yang diyakini diberikan oleh Hyang Betara Lingsir Pura                       Luhur Pulaki dalam bentuk sarin amerta (madu) itu                       diletakkkan pada salah satu bangunan suci di areal pura.                       Setelah itu warga yang hadir dalam upacara itu minta paica                       yang dipercikkan Jro Mangku. Sejumlah warga bahkan sengaja                       membawa sangku (tempat air suci) untuk minta sarin amerta                       yang dilengkapi helaian daun pohon beringin.(ole, Balipost online)